Terpaksa Mastrub
Kasus:
“Saya
wanita 30 tahun, bersuami sejak empat tahun yang lalu, kini mempunyai anak
satu. Saat ini suami tengah mendapat tugas belajar tiga tahun di Inggris.
Sekarang sudah berjalan satu tahun. Saya sendiri tidak mungkin meninggalkan pekerjaan,
sehingga memilih tidak ikut ke sana.
Sebagai manusia normal, cukup sering saya merasa ingin melakukan hubungan seks.
Kalau ada suami, biasanya kami melakukan hubungan intim 2-3 kali seminggu.
Masalahnya, bagaimana kami harus mengatasi kebutuhan seks? Kini setelah suami
pergi, terus terang saja kadang-kadang saya melakukan masturbasi bila keinginan
seks saya kuat. Suami juga mengaku melakukan masturbasi. Pertanyaan saya, apa
akibatnya jika seseorang terbiasa dengan masturbasi? Mungkinkah masturbasi
mengakibatkan enggan berhubungan dengan pasangan kita?”
Jawab:
Solusi Aman
- Masalah Anda juga dialami oleh pasangan lain yang terpaksa harus berpisah karena tugas tertentu. Dalam keadaan seperti ini, kalau dapat mengontrol dorongan seksual, tentu baik.
Cara
yang populer untuk menekan dorongan seksual ialah dengan menenggelamkan diri
dalam berbagai aktivitas fisik dan mental. Dengan demikian, dorongan seksual
dapat ditekan, sehingga kebutuhan seksual tidak terasa dan tak mendesak harus
dipenuhi.
Namun,
ternyata tidak semua orang dapat menekan dorongan seksualnya, apalagi kalau
sebelumnya mempunyai pengalaman seksual yang menyenangkan. Dalam keadaan
terpaksa, masturbasi mungkin dapat digunakan sebagai jalan keluar yang tanpa
risiko.
Dibandingkan
melakukan hubungan seksual dengan orang lain yang mungkin berisiko, masturbasi
tentu lebih merupakan pilihan. Meski begitu, sebagian orang memilih melakukan
hubungan seksual dengan orang lain, tentu dengan segala risikonya.
Kalau
mereka tidak mau melakukan masturbasi, salah satu alasannya ialah karena dengan
melakukan masturbasi, hanya orgasme semata-mata yang dapat dicapai. Dengan
masturbasi, hampir pasti kepuasan seksual tidak dirasakan karena tidak ada
keterlibatan emosi.
Secara
fisik, sebenarnya masturbasi tidak menimbulkan akibat apa pun. Tidak benar
masturbasi dapat menimbulkan berbagai akibat buruk, seperti penyakit tertentu.
Tidak juga mengakibatkan orang menjadi tidak suka berhubungan seksual lagi.
Masalahnya,
masturbasi lebih banyak bersifat fisik, tanpa keterlibatan emosi karena
dilakukan sendiri. Karena itu, sebenarnya masturbasi tidak dapat menggantikan
hubungan seksual. Masturbasi dilakukan hanya dalam keadaan terpaksa, ketika
aktivitas seksual dan hubungan seksual tidak dapat dilakukan.
Sebaliknya, saling masturbasi yang dilakukan
dengan pasangan terasa lebih melibatkan emosi dan sebagai suatu variasi
aktivitas seksual sebelum melakukan hubungan seksual. Karena dilakukan bersama
pasangan, yang berarti melibatkan emosi, saling masturbasi (mutual
masturbation) juga dapat memberikan kepuasan seksual, tidak hanya sekadar
orgasme.