Sabtu, 03 Januari 2015

Stress, Tinjauan Fisiologis dan Psikologis 3


Relaksasi diperlukan untuk memberi waktu bagi tubuh melakukan pemulihan dengan memobilisasi respon anabolik untuk meniadakan efek negatif proses katabolik yang dipicu oleh hormon stres. Upaya relaksasi yang banyak dilakukan misalnya meditasi. Dalam ajaran Islam sholat sesungguhnya juga adalah suatu proses relaksasi. Relaksasi akan meningkatkan indeks pertumbuhan dengan menurunkan proses katabolik dan meningkatkan proses anabolik.

Respon psikologis terhadap stres yang dapat membentuk efek dari stres adalah penilaian kognitif. Penilaian adalah moderator yang paling penting bagi tipe respon neuroendokrin terhadap stres. Penilaian bahwa stressor adalah ancaman atau tantangan akan memberi informasi yang berbeda kepada otak dan karena itu menghasilkan pola neuroendokrin yang berbeda. Orientasi stressor sebagai ancaman akan meningkatkan aktivasi simpatetik secara berlebihan dan pada gilirannya akan meningkatkan aktivitas katabolik yang dapat menyebabkan kegagalan sistem-sistem vital jika aktivitas endokrin dan metabolik tidak mampu dipertahankan (Martini, 1998). Sebaliknya orientasi pada tantangan akan menurunkan aktivitas parasimpatetik sehingga proses katabolik berkurang (Schneider, 1997 dalam Epel, 1998) dan aktivasi simpatetik terkait dengan atribut positif. Reaktivitas simpatetik akan meningkatkan keterdapatan glukosa untuk meningkatkan performance dan kemampuan untuk mengatasi stres, penyesuaian emosi yang lebih baik, dan neurotisism yang lebih rendah Forsman, 1981 dalam Epel, 1998).

Variable psikologis lainnya adalah persepsi terhadap kompetensi personal dan kontrol yang tinggi terhadap hasil. Tanpa kontrol dan sumber untuk mengatasi stres, kita cenderung untuk menilai stressor sebagai ancaman daripada kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Kelas sosial dengan demikian bisa menjadi penentu kesehatan. Orang yang memiliki kelas sosial yang lebih tinggi memiliki stres kronik yang lebih rendah dan kemampuan yang lebih besar untuk menggunakan sumber organisasi dan institusi (O’Leary & Ickovics, 1995 dalam Epel, 1998). Penelitian terhadap kadar kortisol sekawanan kera di kebun binatang menunjukkan bahwa kera-kera yang berada pada hirarki kekuasaan yang paling rendah hamper selalu mengalami stres karena sering diganggu kera-kera senior. Kadar kortisol mereka tinggi dan sistem pertahanan tubuhnya tertekan secara permanent (Ridley, 2005). 

Dukungan sosial juga memiliki efek positif dalam merespon stress. Penelitian terhadap subjek yang memiliki dukungan sosial yang tinggi menunjukkan adanya kesehatan mental dan fisik yang lebih baik serta panjang umur dibandingkan orang yang memiliki dukungan sosial yang rendah. Dukungan sosial secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan dengan mengatur pikiran dan perasaan, memfasilitasi pemaknaan dan menunjang perilaku yang mendukung kesehatan sehingga dampak stress terhadap kesehatan dapat diatasi (Rosal, 2004).

Penelitian pada hewan primata pun menunjukkan hal serupa. Keberadaan partner sosial menunjukkan respon HPA yang rendah terhadap peristiwa yang berpotensi menyebabkan stress. Sedangkan gangguan pada hubungan sosial meningkatkan aktivitas axis HPA dan meningkatkan level kortisol yang dapat menekan sistem imun (Rosal, 2004).

Mekanisme yang terlibat dalam hubungan antara factor psikologis dan fisik dalam menghadapi stres masih belum banyak diketahui. Tetapi tinjauan suatu keadaan fisiologis yang melibatkan faktor psikologis merupakan suatu terobosan yang signifikan dalam memperluas pandangan kita tentang kesatuan fungsi fisik dan psikis dalam memahami diri kita, dalam artikel ini untuk menunjang kesehatan. Namun jika kita perluas sesungguhnya implikasi dari integrasi antar ilmu sangatlah luas dan hal itu merupakan tantangan yang sangat besar untuk semua orang.

Daftar Pustaka

Cearlock, D. M. 1997. Stress, immune function, and the older adult – Successful Aging in America. Medical Laboratory Observer. Diambil tanggal 28 Januari 2006 dari http://www.findarticles.com.
Epel, E. S. 1998. Embodying psychological thriving: physical thriving in response to stress – Thriving: Broadening tha paradigma beyond to health. Journal of Social Issues. Diambil tanggal 28 Januari 2006 dari http://www.findarticles.com.
Martini, F. H. 1998. Fundamentals of Anatomy and Physiology 4th ed. Prentice Hall International, Inc. New Jersey.
Petitto, J. M. 2000. High versus low basal cortisol secretion in asymptomatic, medication-free HIV-infected men: Differential effects of severe life stress on parameters of immune status. Behavioral Medicine. Diambil tanggal 28 Januari 2006 dari http://www.findarticles.com.
Ridley, M. 2005. Genom. Kisah spesies manusia dalam 23 bab. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Roitt, I., J. Brostoff & D. Male. 1989. Immunology 2nd ed. Gower Medical Publishing. London.
Rosal, M. C. 2004. Stress, social support, and cortisol: Inverse associations? Behavioral Medicine. Diambil tanggal 28 Januari 2006 dari http://www.findarticles.com.