Relaksasi diperlukan
untuk memberi waktu bagi tubuh melakukan pemulihan dengan memobilisasi
respon anabolik untuk meniadakan efek negatif proses katabolik yang
dipicu oleh hormon stres. Upaya relaksasi yang banyak dilakukan misalnya
meditasi. Dalam ajaran Islam sholat sesungguhnya juga adalah suatu
proses relaksasi. Relaksasi akan meningkatkan indeks pertumbuhan dengan
menurunkan proses katabolik dan meningkatkan proses anabolik.
Respon
psikologis terhadap stres yang dapat membentuk efek dari stres adalah
penilaian kognitif. Penilaian adalah moderator yang paling penting bagi
tipe respon neuroendokrin terhadap stres. Penilaian bahwa stressor
adalah ancaman atau tantangan akan memberi informasi yang berbeda kepada
otak dan karena itu menghasilkan pola neuroendokrin yang berbeda.
Orientasi stressor sebagai ancaman akan meningkatkan aktivasi simpatetik
secara berlebihan dan pada gilirannya akan meningkatkan aktivitas
katabolik yang dapat menyebabkan kegagalan sistem-sistem vital jika
aktivitas endokrin dan metabolik tidak mampu dipertahankan (Martini,
1998). Sebaliknya orientasi pada tantangan akan menurunkan aktivitas
parasimpatetik sehingga proses katabolik berkurang (Schneider, 1997
dalam Epel, 1998) dan aktivasi simpatetik terkait dengan atribut
positif. Reaktivitas simpatetik akan meningkatkan keterdapatan glukosa
untuk meningkatkan performance dan kemampuan untuk mengatasi stres,
penyesuaian emosi yang lebih baik, dan neurotisism yang lebih rendah
Forsman, 1981 dalam Epel, 1998).
Variable psikologis lainnya
adalah persepsi terhadap kompetensi personal dan kontrol yang tinggi
terhadap hasil. Tanpa kontrol dan sumber untuk mengatasi stres, kita
cenderung untuk menilai stressor sebagai ancaman daripada kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang. Kelas sosial dengan demikian bisa menjadi
penentu kesehatan. Orang yang memiliki kelas sosial yang lebih tinggi
memiliki stres kronik yang lebih rendah dan kemampuan yang lebih besar
untuk menggunakan sumber organisasi dan institusi (O’Leary &
Ickovics, 1995 dalam Epel, 1998). Penelitian terhadap kadar kortisol
sekawanan kera di kebun binatang menunjukkan bahwa kera-kera yang berada
pada hirarki kekuasaan yang paling rendah hamper selalu mengalami stres
karena sering diganggu kera-kera senior. Kadar kortisol mereka tinggi
dan sistem pertahanan tubuhnya tertekan secara permanent (Ridley, 2005).
Dukungan sosial juga memiliki efek positif dalam merespon
stress. Penelitian terhadap subjek yang memiliki dukungan sosial yang
tinggi menunjukkan adanya kesehatan mental dan fisik yang lebih baik
serta panjang umur dibandingkan orang yang memiliki dukungan sosial yang
rendah. Dukungan sosial secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan
dengan mengatur pikiran dan perasaan, memfasilitasi pemaknaan dan
menunjang perilaku yang mendukung kesehatan sehingga dampak stress
terhadap kesehatan dapat diatasi (Rosal, 2004).
Penelitian pada
hewan primata pun menunjukkan hal serupa. Keberadaan partner sosial
menunjukkan respon HPA yang rendah terhadap peristiwa yang berpotensi
menyebabkan stress. Sedangkan gangguan pada hubungan sosial meningkatkan
aktivitas axis HPA dan meningkatkan level kortisol yang dapat menekan
sistem imun (Rosal, 2004).
Mekanisme yang terlibat dalam hubungan
antara factor psikologis dan fisik dalam menghadapi stres masih belum
banyak diketahui. Tetapi tinjauan suatu keadaan fisiologis yang
melibatkan faktor psikologis merupakan suatu terobosan yang signifikan
dalam memperluas pandangan kita tentang kesatuan fungsi fisik dan psikis
dalam memahami diri kita, dalam artikel ini untuk menunjang kesehatan.
Namun jika kita perluas sesungguhnya implikasi dari integrasi antar ilmu
sangatlah luas dan hal itu merupakan tantangan yang sangat besar untuk
semua orang.
Daftar Pustaka
Cearlock,
D. M. 1997. Stress, immune function, and the older adult – Successful
Aging in America. Medical Laboratory Observer. Diambil tanggal 28
Januari 2006 dari http://www.findarticles.com.
Epel, E. S. 1998.
Embodying psychological thriving: physical thriving in response to
stress – Thriving: Broadening tha paradigma beyond to health. Journal of
Social Issues. Diambil tanggal 28 Januari 2006 dari
http://www.findarticles.com.
Martini, F. H. 1998. Fundamentals of Anatomy and Physiology 4th ed. Prentice Hall International, Inc. New Jersey.
Petitto,
J. M. 2000. High versus low basal cortisol secretion in asymptomatic,
medication-free HIV-infected men: Differential effects of severe life
stress on parameters of immune status. Behavioral Medicine. Diambil
tanggal 28 Januari 2006 dari http://www.findarticles.com.
Ridley, M. 2005. Genom. Kisah spesies manusia dalam 23 bab. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Roitt, I., J. Brostoff & D. Male. 1989. Immunology 2nd ed. Gower Medical Publishing. London.
Rosal,
M. C. 2004. Stress, social support, and cortisol: Inverse associations?
Behavioral Medicine. Diambil tanggal 28 Januari 2006 dari
http://www.findarticles.com.